Biodata Bakal Capres Ganjar Pranowo
Biodata Bakal Capres Ganjar Pranowo H. Ganjar Pranowo, S.H., M.I.P. (lahir 28 Oktober 1968) adalah seorang politisi yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah selama dua periode sejak 23 Agustus 2013 – 5 September 2023. Sebelumnya, ia merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDI Perjuangan periode 2004–2009 dan 2009–2013. Ia juga sedang menjabat sebagai Ketua Umum Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) selama dua periode, yaitu 2014–2019 dan 2019–2024; sekaligus Ketua Umum Persatuan Radio TV Publik Daerah Seluruh Indonesia (Persada.id). Pada 21 April 2023, Ganjar Pranowo ditunjuk oleh PDIP sebagai calon Presiden Indonesia 2024.
Kehidupan awal
Ganjar Pranowo dilahirkan dari keluarga sederhana di sebuah desa di lereng Gunung Lawu, Karanganyar dari ayah bernama Parmudji Pramudi Wiryo dan ibu bernama Sri Suparni. Lahir dengan nama Ganjar Sungkowo, ia merupakan anak kelima dari enam bersaudara. Saudara-saudaranya yakni Pri Kuntadi, Pri Pambudi Teguh, Pri Jadi Joko Prasetyo, Prasetyowati, dan Nur Hidayati. Ayah Ganjar Pranowo merupakan seorang polisi dan sempat ditugaskan dalam operasi penumpasan gerakan PRRI di Sumatra Tengah (Sumatra Barat, Riau, dan Jambi sekarang). Pemberian nama “Pri” kepada tiga saudara Ganjar lantaran sang ayah tiga kali turun ke medan operasi penumpasan PRRI.
Ganjar Pranowo juga memiliki kisah penggantian nama yang lazim terjadi pada tradisi anak-anak di tanah Jawa-Mataram zaman dahulu. Nama asli dari Ganjar Pranowo adalah Ganjar Sungkowo yang berarti “Ganjaran dari Kesusahan/Kesedihan (Sungkowo)”. Namun, ketika memasuki masa sekolah nama Sungkowo diganti dengan Pranowo karena rasa ketakutan orang tuanya jika sang anak kelak “selalu berkubang kesialan dan kesusahan” bila memakai nama Sungkowo.
Pendidikan
Memasuki SMP, Ganjar dan keluarganya pindah ke Kutoarjo untuk mengikuti tempat tugas ayahnya. Selanjutnya, ia bersekolah di SMP Negeri 1 Kutoarjo atau saat ini menjadi SMP Negeri 3 Purworejo. Lulus dari sekolah menengah pertama melanjutkann ke jenjang SLTA di SMA Bopkri 1 Yogyakarta. Di SMA, ia aktif dalam kegiatan kepramukaan (Dewan Ambalan).
Menjelang kelulusan SMA pada akhir dekade 1980-an, sang ayah pensiun dari kedinasannya di Polri Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, ibu Ganjar membuka warung kelontong, sementara ia sempat berjualan bensin di pinggir jalan.
Bca Juga : Berikut Kegunaan dan Khasiat Asam Jawa Bagi Tubuh Kita
Tamat SMA, ia melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Di kampus, ia bergabung dengan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) serta kegiatan pecinta alam di mana ia pernah melatih untuk SMA Negeri 8 Yogyakarta dan SMA Negeri 1 Sewon, Bantul. Selama kuliah di UGM, Ganjar mengaku sempat cuti kuliah selama dua semester akibat tidak memiliki biaya untuk perkuliahan.
Ganjar juga meraih gelar S2 (master) di jurusan Ilmu Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
Ganjar mengaku memiliki hobi demonstrasi semasa kuliah. Ia pernah mendemo rektor UGM kala itu (periode 1986-1990) Koesnadi Hardjasoemantri dan ikut serta dalam demonstrasi menolak penggusuran untuk proyek Waduk Kedungombo.
Karier
Ia lulus dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan dosen penguji skripsi Prof. Nindyo Pramono. Tamat kuliah, Ganjar Pranowo awalnya bekerja di lembaga konsultan HRD di Jakarta yaitu PT Prakasa. Selain itu, ia juga pernah bekerja di PT Prastawana Karya Samitra dan PT Semeru Realindo Inti. Aktif di GMNI dan mengagumi Soekarno, Ganjar awalnya menjadi simpatisan PDI. Tahun 1996, PDI dilanda konflik internal antara pendukung Soerjadi dan Megawati Soekarnoputri sebagai representasi trah Bung Karno. Ganjar ikut mendukung Megawati, meskipun ayahnya adalah seorang polisi sedangkan kakaknya seorang hakim yang oleh Orba seluruh pejabat publik dilarang berpolitik dan harus mendukung Golkar sepenuhnya.
Ganjar akhirnya memilih berkarier di politik lewat Partai PDI-P yang dipimpin oleh Megawati Sukarnoputri.
Anggota DPR-RI
Potret resmi Ganjar Pranowo sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada tahun 2004.
Ganjar awalnya tidak lolos saat mencalonkan diri sebagai anggota DPR-Ri pada pemilu 2004, akan tetapi ia menerima tugas sebagai pengganti antar waktu (PAW) untuk menggantikan rekan separtainya yang berada dalam daerah pemilihan yang sama (Jawa Tengah 7) yakni Jakob Tobing, yang ditugaskan oleh Presiden Megawati Sukarnoputri menjadi duta besar untuk Korea Selatan.
Ketika menjadi anggota DPR-RI pada periode 2004-2009, Ganjar Pranowo ditugaskan di Komisi IV yang mengawasi bidang Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan, dan Pangan. Selain itu, ia pernah ditempatkan pada Pansus (Panitia Khusus) RUU Partai Politik sebagai ketua panitia khusus, anggota Badan Legislasi DPR RI, dan Ketua Panitia Khusus tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD di DPR RI.
Pada periode pertama ini, Ia sempat mengajukan hak angket (hak penyelidikan) untuk menyelidiki kasus lelang gula ilegal dengan anggaran sebesar Rp1,4 miliar lebih bersama dengan Aria Bima (PDI Perjuangan), Idealisman Dachi (F-BPD), dan Djoko Eddy Abdurrahman (F-PAN) yang kemudian ditandatangani antara lain Djoko Eddy Abdurrahman dan Achmad Affandi, dan Zulkifli Hasan (F-PAN), Masduki Baidlowi, HM Dachlan Chudori, Effendy Choirie, Idham Cholied, Helmy Faishal Zaini, Abdullah Azwar Anas, Choirul Sholeh Rasyid, dan Ahmad Syafrin Romas (F-KB); Ganjar Pranowo, Aria Bima, dan Hasto Kristiyanto (F-PDIP); Anhar (F-PBR) dan Idealisman Dachi (F-BPD).
Selain itu, Ia pernah menjadi Juru Bicara Fraksi PDIP di DPR RI dan menyatakan ketidaksetujuan terkait impor besar pada tahun 2006 dengan alasan kondisi pertanian terutama padi pada tahun 2005 masih bagus dan hasil produksi padi dan beras pada tahun 2005 masih surplus (berlebih).
Menjadi Anggota DPR-RI
Terkait kasus korupsi alih fungsi hutan lindung di Banyuasin untuk kepentingan Pelabuhan Tanjung Api-Api, Sumatera Selatan, Ia pernah diperiksa oleh KPK pada tahun 2008.
Di periode keduanya sebagai anggota DPR-RI, ia ditempatkan pada Komisi II yang mengawasi bidang Pemerintahan Dalam Negeri, Otonomi Daerah, Aparatur Negara, Reformasi Birokrasi, Pemilu, Pertanahan, dan Reformasi Agraria. Ia mulai dikenal publik karena menjadi anggota Panitia Khusus Hak Angket Bank Century sekaligus menjadi Wakil Ketua Komisi II DPR RI.[32] Selain itu, Ia juga terpilih sebagai anggota tim pengawas rekomendasi DPR atas kasus Century dari PDI Perjuangan yang terdiri dari tiga mantan anggota Pansus Century dan sisanya adalah tokoh senior PDIP antara lain Sidarto Danusubroto, Gayus Lumbuun, Trimedya Panjaitan, dirinya dan Hendrawan Supratikno.
Pada periode kedua ini, ia lebih dikenal karena vokal terkait kasus dana aliran Bank Century dan termasuk ke dalam anggota panitia khusus yang selalu memeriksa kasus ini secara hati-hati. Ia pernah mengkritik Presiden SBY karena tidak menonaktifkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dapat menimbulkan ketegangan antar lembaga negara.
Ia pernah berpendapat bahwa sebaiknya Sri Mulyani yang saat itu pindah ke Bank Dunia seusai menjabat sebagai Menteri Keuangan pada Kabinet Indonesia Bersatu II berbicara terkait kasus Bank Century dan menyayangkan kepindahannya saat itu. Selain itu, Ia juga pernah mengkritik mantan politisi Partai Golkar Priyo Budi Santoso yang tidak mengeluarkan pernyataan soal rencana Golkar memetieskan kasus Bank Century pasca mundurnya Sri Mulyani Indrawati dari jabatan Menteri Keuangan. Menurutnya, pernyataan Priyo berbahaya. Ketika heboh ada barter kasus Bank Century dengan kasus lain yang sempat beredar pada awal dekade 2010, Ia menolak semua tuduhan tersebut.
Selain kasus Bank Century, Ia juga sempat menerima jemaat GKI Yasmin yang bermasalah terkait pendirian gereja di Kota Bogor.
Di tengah kesibukannya sebagai Anggota DPR RI, ia sempat menyelesaikan studi pascasarjananya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia pada tahun 2013. Ia sebenarnya merupakan mahasiswa pascasarjana di FISIP UI sejak tahun 2009, tapi terpaksa cuti karena kesibukannya sebagai anggota DPR-RI.
Kasus aliran dana BI
Pada periode pertamanya di DPR, Ganjar menarik pemberitaan media karena namanya tercantum dalam salinan dokumen yang mengungkap aliran dana Bank Indonesia kepada para legislator Senayan pada April 2008. Dokumen tersebut dianggap mengungkap modus bagaimana bank sentral bermain-main anggaran menyervis anggota dewan. Imbasnya, lima lembaga non-pemerintah melaporkannya ke KPK. Ganjar (saat itu sebagai anggota DPR) disebut dalam dokumen tersebut dengan tulisan Ganjar Prastowo. Ganjar membenarkan yang dimaksud Ganjar Prastowo dalam dokumen tersebut adalah dirinya dan mengatakan saat itu ia diundang ke luar negeri oleh BI. Jika kunjungan itu dinilai haram, Ganjar siap mengembalikan uang yang diterimanya. BI pun mengakui otentisitas dokumen tersebut.
Kasus korupsi E-KTP
Mantan penyidik KPK Novel Baswedan pada Oktober 2022 menyebut tidak ada bukti Ganjar Pranowo, yang saat itu sudah menjabat Gubernur Jawa Tengah, terlibat kasus korupsi e-KTP. Menurutnya, keterlibatan Ganjar saat itu belum masuk standar pembuktian. Dalam podcastnya, Novel bahkan menegaskan Ganjar tidak termasuk orang yang menerima uang dalam kasus korupsi e-KTP.
Novel menyatakan Ganjar belum cukup bukti terlibat dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP). Saat di KPK, Novel terlibat dalam penanganan kasus yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut. “Dalam banyak kesempatan saya berani berbicara bahwa memang pemenuhan alat buktinya belum masuk standar pembuktiannya. Kenapa saya bisa bilang gitu? Ya penyidiknya saya kok, saya lebih tahu,” ujar Novel dalam podcast di channel Youtube miliknya dan telah diizinkan untuk dikutip.
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan pihaknya sampai saat ini belum menemukan bukti keterlibatan Ganjar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. “Sampai hari ini kita belum menemukan ada bukti atau tidak. Enggak boleh kita menetapkan seseorang menjadi tersangka tanpa ada bukti,” ujar Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/4).
Muhammad Nazaruddin selaku mantan Bendahara Umum Partai Demokrat menjadi saksi di sidang lanjutan perkara korupsi e-KTP. Dalam kesaksiannya dia dicecar soal kucuran dana ke Ganjar Pranowo. Kepada hakim, Nazar berkeyakinan bahwa Ganjar menerima uang dalam proyek pengadaan e-KTP. Bahkan dia mengaku melihat sendiri penyerahan uang kepada Ganjar yang saat itu menjabat Wakil Ketua Komisi II DPR.
“Semua yang saya sampaikan itu benar, Yang Mulia,” ucap Nazar kepada majelis hakim yang dipimpin Jhon Halasan Butar Butar, Senin (20/11). Ganjar mengakui bahwa dia pernah ditawarkan uang, tetapi dia menolak. Dalam berita acara polisi yang bocor dari Miryam, Ganjar dua kali menolak penawaran uang dan mengembalikan uang tersebut. Hingga 2018, KPK menyatakan bahwa mereka belum mempunyai bukti bahwa Ganjar menerima uang dalam kasus korupsi e-KTP. Meskipun demikian, keterlibatannya dibantah oleh Budiman Sudjatmiko.
Pada tahun 2022, Ganjar kembali dilaporkan ke KPK mengenai kasus korupsi e-KTP.